Thursday, April 8, 2010

Dunia Jawah - The Jawah World - Al 'Alam Al Jawi


(Sekedar Catatan Sebelum Membaca:

1 - Saya menulis catatan ini bersumber dari buku-buku Arab. Karena saya merasa—atau mungkin saya tidak tahu-- bahwa penulisan sejarah kita hanya sedikit merujuk pada referensi-referensi Arab yang ditulis oleh orang-orang Arab di negerinya. Kalau pun ada hanya berasal dari tangan kedua, yaitu para orientalis yang memiliki tendensi dalam membahas sesuatu.

2 - Saya menuliskan catatan ini dengan maksud mengajak pembaca untuk menemukan kembali identitas kita yang pernah menyatukan kita semua—anak-anak negeri Nusantara—yang kemudian dikoyak-koyak penjajah Barat dengan berpijak pada kebanggaan masa lalu kita bersama yang berpijak pada ajaran agama.

3 - Saya menuliskan kata-kata "Jawah" tidak bermaksud untuk memunculkan klan saya. Karena membanggakan klan adalah seruan Jahiliyah yang diperangi oleh agama kita.

"Jawah" yang saya maksudkan di sini adalah nama lain dari Melayu yaitu bangsa dan ras kita bersama dimana orang-orang Arab zaman dulu menyebut nenek moyang kita sebagai "Al Jawiyun" atau "Orang-Orang Jawah". Dan, mereka menamakan tanah air kita dengan "Bilad Jawah" atau "Negeri Jawah".)
---------------------------------------------

DALAM Istilah geografi Arab Zaman Pertengahan (dan hingga kini masih kerap dipakai), setiap negeri memiliki julukan sendiri sesuai dengan ras atau bangsa yang mendiaminya. Disana ada Biladul Arab (Negeri Arab, yaitu julukan untuk negeri-negeri Arab di Semenanjung Arabia), Biladu Faris (Negeri Persia, yaitu Iran dan Transoxiania atau Ma Wara'a An Nahr), Biladul Kurd (Negeri Kurdi), Biladut Turk (Negeri Turki), Biladu Ifranj (Negeri Eropa/Franks) dan Biladu Jawah (Negeri Jawah/Melayu/Nusantara).

Orang Arab kuno mengenal kepulauan yang membentang pada jalur pelayaran setelah India menuju daratan Cina (Kanton) sebagai "Bilad Jawah" atau "Kepulauan Jawah".

Ahli geografi Arab termasyhur Imaduddin Ismail bin Muhammad bin Umar atau yang dikenal dengan Abul Fida (wafat tahun 732 H.) berkata dalam bukunya "Taqwimul Buldan":
"Di antara kepulauan Lautan India adalah Pulau Jawah yaitu satu pulau besar terkenal karena banyak rempah-rempah/obat-obatan (al 'aqaqir) …
Di sebelah selatan Pulau Jawah ini terdapat kota Fansur yang dinisbatkan padanya Kapur Fansur (Kapur Barus) …
" (Taqwimul Buldan, hal. 369. Dar Shadir, Beirut, Lebanon).


Sebenarnya yang dimaksud oleh Abul Fida dengan Pulau Jawah di atas adalah Pulau Sumatra atau yang dikenal oleh orang-orang Arab sebagai Jawah Ash Shugra (Jawa Minor), karena kota Fansur terdapat di Aceh, ujung utara Pulau Sumatra.


Ibnu Batutah--pengembara Maroko— yang melawat ke Samudra Pasai pada tahun 745 H./1344 M. bercerita dalam bukunya "Tuhfatun Nudhdhar Fi Ghara'ibil Amshar":
" … Setelah duapuluh lima hari, kami sampai di Pulau Jawah, yaitu dimana dinisbatkan padanya Lubban Jawi (Kapur Jawa atau Kapus Barus). Selama setengah hari kami melihatnya (sebagai) sebuah pemandangan hijau berseri …
Kemudian kami masuk menghadap Sultan yaitu di kota Samuterah, satu kota bagus besar yang memiliki dinding kayu dan menara kayu. Dan Sultan Jawah adalah Raja Zahir …"
(Tuhfatun Nudhdhar Fi Ghara'ibil Amshar, hal. 619).


Tidak diragukan lagi bahwa Ibnu Batutah tengah berlabuh dan memasuki Pulau Sumatra, tepatnya Kesultanan Samudera Pasai, di Aceh.

Doktor Hussein Mo'nis sejarawan muslim Mesir yang mengutip dari berbagai sumber mengatakan bahwa asal kata "Sumatera" yang sekarang kita kenal berasal dari kata "Samutera" yang asal katanya "Samudera". Karena di ujung utara pulau tersebut terdapat kerajaan bernama Samudera atau Samudera Pasai.

(Ibnu Batutah Wa Rihlatuhu; Tahqiq wa Dirasah Wa Tahlil, Dr. Hussein Mo'nis, 192-193, Darul Ma'arif, Cairo).


Sedangkan sebelumnya pulau itu dikenal oleh orang-orang Arab dengan "Jawa Ash Shugra" (Jawa Minor). Dan Dr. Ali Al Montasir--sejarawan Arab yang mengeditkritik buku Ibnu Batutah itu—mengatakan bahwa kata "Jawah" adalah julukan bagi semua pulau yang ada di Nusantara.

(Tuhfatun Nudhdhar Fi Ghara'ibil Amshar, hal. 619).


Kemudian setelah meninggalkan Samudera Pasai, Ibnu Batutah melanjutkan perjalanannya menuju Cina. Dalam perjalanan beliau melihat "Mul Jawah" atau apa yang dikatakan oleh para sejarawan sebagai "Semenanjung Melayu" atau Semenanjung Malaysia sekarang.

(Tuhfatun Nudhdhar Fi Ghara'ibil Amshar, hal. 623).


Dari sini kita dapat tahu bahwa Pulau Sumatera, Samudera Pasai dan Semenanjung Melayu yang kita kenal, dulu dikenal juga sebagai Pulau Jawah dan Semenanjung Jawah.

*****

Semenjak masuknya Islam pertama kali ke Kepulauan Nusantara melalui Kerajaan Samudera Pasai maka tidak sedikit para penduduk Kepulauan Nusantara (Bilad Jawah) yang pergi ke Negeri Arab.

Sejarawan Arab yang juga penulis ensiklopedi geografi "An Nisbah Ilal Mawadli' Wal Buldan" atau "Penisbatan Pada Tempat dan Negeri" Jamaluddin Abdullah At Tayyib Bin Abdullah Bin Ahmad Bamakhramah Al Himyari Al Hadrami (wafat tahun 947 H.) bercerita tentang penduduk Bilad Jawah ini melalui penamaan asal (nisbat):
"AL JAWI: Dinisbatkan kepada Jawah (setelah huruf Alif; huruf Wawu berfathah, kemudian huruf Ha'. Maksudnya kata "Jawah", penulis.), sebuah negeri (bilad) pada pantai Laut Cina setelah negeri India. Dari sana didatangkan Kayu Gaharu (Al 'Oud), Kapur (Kafur. Maksudnya, Kapur Barus) dan Cengkeh ke semua negeri, (perkataan ini) disebutkan oleh Al Qadli Mas'ud. Dan dari tokoh yang dinisbatkan kepada (negeri) Jawah adalah Syeikh Wali Yang Shaleh Mas'ud Al Jawi yang dimakamkan di Aden, (perkataan ini) disebutkan oleh Imam Abdullah bin Sa'ad Al Yafi'i dan ia memuji beliau karena (beliau) penentang Imam Al Bassal" .

(An Nisbah Ilal Mawadli' Wal Buldan, Hal. 133).

Syeikh Abu Abdullah Mas'ud bin Abdullah Al Jawi adalah tokoh terkenal yang disebutkan oleh Syeikh Yusuf An Nabhany dengan mengatakan "Syeikh Al Jawi adalah ulama terkenal yang mempunyai banyak murid di Aden (Yaman)".


Lihatlah nama belakang beliau, orang Samudera Pasai tapi bernama belakang Al Jawi. Ini adalah bukti bahwa Jawah adalah bukan nama asing pada waktu itu, tapi ia adalah nama yang dikenal luas dan bukan milik suku tertentu.

Bukan hanya beliau sendiri yang menggunakan nama belakang Al Jawi. Masih banyak ulama-ulama Nusantara yang menggunakan nama Al Jawi.

Syeikh Abdurrauf Singkel Al Jawi--ulama terkenal asal Singkil, Aceh--penulis terjemah Al Qur'an pertama dalam bahasa Jawi (Melayu berhuruf Arab) yang bernama "At Tarjuman Al Mustafid".


Syeikh Abdurrauf Singkel Al Jawi dikenal anti tasawuf Wihdatul Wujud di Aceh. Beliau juga penyebar tarekat Syathariyah di Aceh.

Syeikh Abdurrauf Singkel Al Jawi adalah murid Syeikh Ibrahim Al Kurani An Naqsyabandi Asy Syafi'i selama di Madinah sebagaimana dikatakan oleh Ensiklopedi Islam yang terbit di Sharjah, UAE dan penulis Kurdi Dr. Muhammad Ali Ash Shuwairki dalam "A'lamul Kurud Fil Hijaz" atau "Tokoh-Tokoh Kurdi di Hijaz".


Kemudian, Maulana Daud bin Abdullah bin Idris Al Fatani Al Jawi Asy Syafi'i, ulama terkenal di Negeri Arab (Al Haramain) yang lahir di Kampung Parit Marhum, Pattani yang karangan-karangannya banyak dicetak di Mesir pun menggunakan nama Al Jawi. Digelari sebagai "Ulama dan Pengarang Terulung Asia Tenggara" oleh sejarawan Melayu Malaysia (alm.) Wan Muhammad Shagir Abdullah.


Syeikh Ahmad bin Ismail Al Jawi Al Fattani Asy Syafi'i.
Syeikh Muhammad Nur Khalidi bin Ismail An Naqsyabandi Al Minkabawi Al Jawi Al Makki Asy Syafi'i pengarang "Qasidah Nuzum Fi Silsilati At Thariqah An Naqsyabandiyah Al Khalidiyah."


Syeikh Al Arif Billah Abdush Shomad Al Falimbani (Palembang) Al Jawi pengarang kitab tasawuf terkenal "Sairus Salikin".


Syeikh Nawawi Umar Al Bantani Al Jawi, ulama terkenal produktif dengan karangan-karangannya berbahasa Arab, pengarang "At Tafsir Al Munir" dan ulama Jawi kedua yang menulis tafsir setelah Syeikh Abdurrauf Singkel Al Jawi.


Syeikh Abdul Qadir Mandili (Mandailing) Al Jawi bin Nasir.

Syeikh Abdul Adhim Mandurah (Madura) Al Jawi Asy Syafi'i.

Syeikh Khatib Sambas (Sambas, Kalimantan Barat) dijuluki sebagai "Syaikhul Jawah" di Haramain.


Syeikh Abdul Ghani Bima Al Jawi. Dll.

Jika kita membaca nama-nama ulama Nusantara yang menuntut ilmu di Makkah, Madinah dan Kairo sebelum paruh pertama abad XX kita akan mendapati nama belakang Al Jawi. Nama ini adalah identitas bahwa mereka berasal dari Bilad Jawah atau keturunan orang Bilad Jawah. Ini adalah bukti bahwa mereka semua berafiliasi kepada Bilad Jawah (Negeri Jawah) atau Nusantara secara keseluruhan.

*****

Sebenarnya bahasa Jawi itu tersusun dari tiga unsur yang saling menguatkan, yaitu bahasa Melayu dan kosakata Arab sebagai tutur, huruf Arab sebagai penulisan (script) dan Kepulauan Nusantara (Jawah) sebagai domain atau cakupan. Bahasa Jawi adalah hasil pertemuan dan perkawinan unik antara peradaban lokal (Nusantara), agama Islam dan peradaban Arab.


Barangkali warisan (turats) intelektual dan keagamaan karya para ulama Jawah yang berbahasa Jawi (Melayu yang bertuliskan Arab) boleh dikatakan nomor empat terbesar setelah Arab, Persia dan India (Urdu). Mengingat bahasa Jawi adalah bahasa penulisan di Bilad Jawah (Nusantara) masa itu.

Di Mesir ada satu toko buku dan percetakan yang menjadikan kitab-kitab Jawi oplah terbesar setelah kitab-kitab berbahasa Arab pada masa lalu.

Nama toko dan percetakan kitab itu adalah "Mustafa Al Baby Al Halaby Wa Awladuhu" yang berada di belakang Masjid Agung Al Azhar, tepatnya di antara pasar sayur "Suq At Tablithiyah" yang terkenal di kawasan itu.


Jika anda ke Kairo dan bertanya tentang kitab-kitab berbahasa Jawi (Melayu yang menggunakan huruf Melayu) maka orang Mesir akan menunjukkan anda ke tempat itu. Di sana kitab-kitab karya para ulama Bilad Jawah dicetak.


Tentang aktifitas percetakan dan toko buku Mustafa Al Baby Al Halaby ini, Samir Mahmud, generasi keempat dari keluarga pemiliknya yang sekarang menjadi direktur keuangannya, yang pernah diwawancarai surat kabar "Al Masry Al Youm" bercerita:

"Pada tahun 1940-an kegiatan percetakan dan penerbitan di perusahaan itu amat ramai hinggai menjadi penerbitan terbesar di Timur Tengah.
Buku-buku yang dicetak setiap tahun mencapai delapan juta setengah biji. Perusahaan itu adalah yang pertama mencetak mushaf-mushaf di masjid-masjid dengan rasam (tulisan) Utsmani yang terkenal dengan nama Mushaf Mustafa Al Halaby.
Sebagaimana penerbit ini dikenal sebagai distributor mushaf dan kitab-kitab turats ke berbagai negeri Islam di seluruh penjuru dunia, seperti Indonesia, Semenanjung Malaya, Singapura, Zanzibar, Ghana, Guinea dan Pantai Gading.

Ia menyebutkan bahwa penerbitannya mempublikasikan 440 judul kitab antara tahun 1900-1949.

Pasar utama bagi toko buku dan percetakan Mustafa Al Baby Al Halaby Wa Awladuhu tidak hanya di Mesir, tapi di seluruh negeri-negeri Arab dan Islam.

Samir mengatakan "Kami telah mengekspor cetakan-cetakan eksklusif dari mushaf-mushaf, buku-buku tafsir, kitab-kitab shahih hadits dan fiqih dalam jumlah besar kepada setiap negara afrika. Dan Indonesia adalah negara yang paling banyak menerima buku-bukunya. Kami tidak mencetaknya dalam bahasa Arab, tapi dengan bahasa Jawi (bahasa Melayu yang berhuruf Arab) bagi penduduk negeri itu." (Surat kabar "Al Masri Al Youm", 3/9/2009).


Begitulah warisan karya para ulama Bilad Jawah teramat banyak, tidak hanya di Negeri-Negeri Jawah (Indonesia dan Malaysia), namun juga tersimpan di perpustakaan-perpustakaan negara-negara Arab.

Bahasa Jawi (Melayu berhuruf Arab) telah mampu melakukan perannya menghubungkan Dunia Jawah (Nusantara) dan Dunia Arab pada masa lalu sebagaimana bahasa Persia, Urdu dan Pashtun yang masih menggunakan huruf Arab.


Itulah Bilad Jawah yang membentang dari Selatan Thailand hingga Timur Indonesia dengan para ulamanya cemerlang dan diakui dunia pada masa lalu. (farhankournia).

Wallahu a'lam bish shawab.

6 comments:

lely said...

bagus... itu satu kata dari saya
tulisan ini bagus sekali :)

Anonymous said...

[url=http://aluejxfttk.com]MdnzFaIOPXpiMJ[/url] - ZCyxERVlJozWmuM , http://iluubcb.com

Anonymous said...

Grafiti di atas batu (Batu Bertulis)
Relic of a legendary love story etched in stone - Saudi Gazette - AL - YAMANI.
==============================

Penyair Pra-Islam terkenal Antara Bin Shaddad Al-Absi dulu bertemu dengan Abla Pacar tercintanya, yang adalah sepupunya, di bawah naungannya.
Batu itu telah menjadi Daya Tarik Utama Wisatawan yang mengunjungi Kota Buraidah dari berbagai bagian Kerajaan dan Negara-negara Arab terdekat. Mereka yang terbiasa mengutak-atik Landmark dan Properti Publik tidak meninggalkan Batu Antara sendirian. Mereka menodai Wajah Batu (permukaan) dengan Grafiti.

Pentingnya Sejarah dan Budaya Puisinya berasal dari Deskripsi terperinci tentang Pertempuran, Baju Besi, Senjata, Kuda, Padang Pasir, dan tema-tema lain saat itu.
Seorang pemandu wisata, yang meminta anonimitas, mengatakan banyak dari rekan-rekannya biasa menghindari membawa turis ke Batu Antara, memberikan alasan yang tidak dapat diterima.

“Saya berharap Komisi Saudi untuk Pariwisata dan Warisan Nasional akan memberikan perhatian lebih besar pada peninggalan bersejarah yang telah ada sejak ratusan tahun lalu dan mengambil langkah-langkah untuk melestarikannya untuk generasi mendatang. SCTH harus mengenakan denda pada orang yang merusak batu itu. "

Pemandu wisata itu mengatakan dia sangat sedih dengan Grafiti di atas batu karena mengurangi nilai sejarah dan pentingnya.
Peneliti Abdullah Al-Mosleh mengatakan "Husat Al-Nasla" dan "Orjoun Mansour" adalah Dua Batu bersejarah lainnya di "Gubernur Oyoun Al-Jawa", menambahkan bahwa ukiran pada batu membuatnya bernilai. "Kami akan kehilangan ukiran itu karena gambar di atas batu," tambahnya.
Dia mengatakan daerah tersebut telah menjadi tempat pertemuan bagi para pecinta. "Karena batu itu terkait erat dengan romansa legendaris antara Abla dan Antara Bin Shaddad Al-Absi itu harus dilestarikan dari mereka yang mencoba merusaknya," tambahnya.
Dia mengatakan banyak Sejarawan dan Peneliti telah sepakat bahwa Batu Antara bin Al Absi milik Prajurit dan Penyair bersejarah Antara dan sukunya Bani Absi. "Itu telah terdaftar di antara situs warisan komisi," katanya.

Sumber :
https://www.flickr.com/photos/tags/uyunaljawa

http://saudigazette.com.sa/article/168927/Relic-of-a-legendary-love-story-etched-in-stone

http://jejakrekam.com/2019/12/27/mengenal-aksara-arab-melayu-dan-huruf-jawi/#comments

https://www.mapesaaceh.com/2016/09/ulama-ulama-jawi-di-zabid-yaman.html

https://www.netralnews.com/news/singkapsejarah/read/94196/anda-perlu-tahu-inidari-mana-asal-usul-orang-jawa


Anonymous said...

Mana lebih duluan nama AL JAWAH di Arab tepatnya di Yaman atau lebih duluan nama AL JAWAH (JAWAH) di kepulauan sebelah Timur India.
Sehingga Ibnu Batutah mengatakan AL JAWAH Qubra (Suatu Tempat subur yang luas ) yang berarti AL JAWAH syuqra (yang berarti tempat yang subur yang kecil berada di Arab yaitu Yaman Utara. Dimana Kota di Yaman sudah ribuan tahun lalu dijuluki Kota Perdagangan semua barang-barang perdagangan dari Timur dikumpul disini dan di Trade Mark sebagai Barang dari Yaman misalnya yang terkenal Kemenyan Arab yang disebut "Lubban JAWAH" bukan berarti JAWAH yang bertempat sebelah Timur India tetapi AL JAWAH yang berada di AL YAMANI.
Demikian Terimakasih.

Anonymous said...

Mana lebih duluan nama AL JAWAH di Arab tepatnya di Yaman atau lebih duluan nama AL JAWAH (JAWAH) di kepulauan sebelah Timur India.
Sehingga Ibnu Batutah mengatakan AL JAWAH Qubra (Suatu Tempat Subur yang Luas untuk Tanaman Bijian Rempah) yang berarti AL JAWAH Syuqra (yang berarti tempat yang Subur untuk Tanaman Bijian Rempah yang Kecil) berada di Arab yaitu Yaman Utara. Dimana Kota di Yaman sudah ribuan tahun lalu dijuluki Kota Perdagangan semua barang-barang perdagangan dari Timur dikumpul disini dan di Trade Mark sebagai Barang dari Yaman misalnya yang terkenal Kemenyan Arab yang disebut "Lubban JAWAH" bukan berarti JAWAH yang bertempat sebelah Timur India tetapi AL JAWAH yang berada di AL YAMANI.
Jadi jelas pada kita sebutan JAWA untuk tempat yang berada di sebelah Timur India berasal dari AL YAMANI bukan berasal dari kata Aslinya Bahasa Sanskrit yaitu dari kata YAVA.
Kata Yava kemungkinan berubah menjadi JAWAH yang dalam Bahasa Arab bisa disebabkan tidak ada huruf "V" sehingga terganti dengan huruf "W" atau "wou" mungkin saja huruf-huruf yang mirip dengan "V" yaitu huruf "pha" Sudah terpakai pada nama untuk lainnya.
Jadi jelas nama JAWAH ditempat Kepulauan sebelah Timur India berasal dari nama AL JAWAH dari Negeri AL YAMANI bukan dari nama YAVA dari Bahasa India (Sanksekerta).
Dengan demikian kata YAVA lebih duluan teradopsi oleh Bangsa Arab ketimbang Bangsa yang bertempat di sebelah Timur India.
Ini terbukti kata JAWA mengikuti kata Arab yang didiadopsi dari YAVA menjadi JAWA atau wakahnya menjadi AL JAWAH.


Demikian Terimakasih.

Wardi said...

Mana lebih duluan nama AL JAWAH di Arab tepatnya di Yaman atau lebih duluan nama AL JAWAH (JAWAH) di kepulauan sebelah Timur India.
Sehingga Ibnu Batuthah mengatakan AL JAWAH Qubra (Suatu Tempat Subur yang Luas untuk Tanaman bijian Rempah) yang berarti AL JAWAH Syuqra (Tempat yang Subur untuk Tanaman bijian Rempah yang Kecil) berada di Arab yaitu Yaman. Dimana Kota di Yaman sudah Ribuan Tahun lalu dijuluki Kota Perdagangan semua barang-barang perdagangan dari Timur dikumpul disini dan di Trade Mark sebagai Barang dari Yaman misalnya yang terkenal Kemenyan Arab yang disebut "Lubban JAWAH" bukan berarti JAWAH yang bertempat sebelah Timur India tetapi AL JAWAH yang berada di AL YAMANI.
Jadi jelas pada kita sebutan JAWA untuk tempat yang berada di sebelah Timur India berasal dari AL YAMANI bukan berasal dari kata Aslinya Bahasa Sanskrit yaitu dari kata YAVA.
Kata Yava kemungkinan berubah menjadi JAWAH yang dalam Bahasa Arab bisa disebabkan tidak ada huruf "V" sehingga terganti dengan huruf "W" atau "wou" mungkin saja huruf-huruf yang mirip dengan "V" yaitu huruf "Pha" Sudah terpakai pada nama untuk lainnya.
Jadi jelas nama JAWAH ditempat Kepulauan sebelah Timur India berasal dari nama AL JAWAH dari Negeri AL YAMANI bukan dari nama YAVA dari Bahasa India (Sanksekerta).
Dengan demikian kata YAVA lebih duluan teradopsi oleh Bangsa Arab ketimbang Bangsa yang bertempat di sebelah Timur India.
Ini terbukti kata JAWA mengikuti kata Arab yang didiadopsi dari YAVA menjadi JAWA atau wakahnya menjadi AL JAWAH.

Untuk konfirmasi Kata JAWA berasal dari AL JAWAH Bahasa Arab yang dibawakan oleh Ulama - ulama Islam tempo dulu ketika Pertama sekali mengIslamkan orang-orang yang berada di Tempat Sebelah Timur India. Hal ini bisa kita lihat dari nama Pulau JAWA yang dulunya disebut Pulau Pasundan, orang-orang ditempat ini tidak mengenal nama Jawa tetapi Java sesuai nama aslinya Java Dvipa (Tanah yang Subur). Dan nama JAVA ini tetap terus dipakai sampai pada zaman Pemerintahan Kolonial Belanda seperti pada nama "Bank of Java" .


Demikian Terimakasih.