Saturday, February 27, 2010

Mengenal Usman Taha; Penulis Khat Mushaf Madinah Al Munawwarah


USMAN TAHA penulis khat Mushaf Madinah Al Munawarah lahir di pedesaan kota Aleppo (Syria) pada tahun 1934. Ayahnya bernama Syeikh Abduh Husein Taha, imam dan khatib masjid serta syeikh surau (kuttab) desa itu. Ia memperoleh ijazah sarjana muda (licence) Syariah Islamiyah. Disamping itu ia memperoleh ijazah dalam khat Arab dari "Syeikhul Khatthatin" Dunia Islam almarhum Prof. Hamid Al Amidy pada tahun 1973. Pada tahun 1988 ia pergi ke Arab Saudi dan diangkat sebagai penulis khat di Kompleks Raja Fahd untuk Percetakan Mushaf di Madinah Al Munawwarah dan sebagai penulis Mushaf Kota Nabi itu. Pada tahun yang sama ia diangkat sebagai anggota Komite Juri Internasional Perlombaan Khat Arab yang berlangsung di Istambul setiap tiga tahun sekali. Tentang perjalanan hidup beliau dengan khat dan penulisan mushaf dengan berbagai riwayat, berikut petikan wawancaranya.
S: Kapan bakat khat anda muncul?
Bakat khat saya muncul semenjak kanak-kanak. Saya telah mengambil dasar-dasar khat dari ayah saya yang menguasai khat Riq'ah. Dan saya juga meniru khat yang ada di buku-buku hingga saya mampu meniru khat percetakan persis. Saya telah menulis sebuah nadhom dalam ilmu akidah dan matan dalam Nahwu sedangkan umur saya waktu itu belum mencapai delapan tahun. Khat ini masih ada pada saya dan saya simpan di perpustakaan saya. Ketika ayah saya mengirim saya ke kota Aleppo untuk belajar di sekolah menengah pertama saya berkenalan dengan penulis khat senior Muhammad Ali Maulawy. Dari beliau saya mengambil dasar-dasar khat Riq'ah, khat Farisy dan menulis dengan cat. Pada masa itu saya mengenal tidak sedikit penulis khat dan saya belajar dari mereka beberapa seni dalam khat Nasakh dan Riq'ah serta sedikit khat Farisy; diantara mereka adalah Husein Husni penulis khat asal Turki di Masjid Al Maulawiyah serta Ibrahim Ar Rifa'i.
Kemudian saya berpindah ke kota Damaskus atas tuntutan pekerjaan saya, dimana saya bekerja di bidang pengajaran dan pendidikan setelah memperoleh ijazah sekolah menengah atas dan setelah menyelesaikan sekolah saya di Darul Mu'allimin Aleppo. Disana saya mengenal penulis khat senior yang terkenal dengan "Penulis Khat Negeri Syam" Muhammad Badawy Ad Dirany. Saya dekat dengan beliau dari tahun 1960 hingga beliau meninggal dunia tahun 1967. Selama di kota Damaskus saya menyelesaikan study Fakultas Syariah saya pada tahun 1964 dan satu tahun lagi di Fakultas Tarbiyah. Kemudian saya berkenalan dengan "Penulis Khat Negeri Rafidain (Irak)" Muhammad Hasyim Al Baghdady sewaktu di Damaskus juga. Saya belajar dari beliau "seni-seni" dalam khat Tsuluts dan Nasakh. Kemudian saya belajar melukis dengan berbagai macamnya melalui seniman terkenal Sami Burhan dan seniman kreatif alm. Naim Ismail.
S: Anda menyebutkan, anda telah belajar melukis. Apakah disana ada hubungannya dengan khat?
Ya, lukisan memiliki hubungan yang erat dengan khat. Lukisan mampu membantu penulis khat untuk melakukan distribusi dan susunan yang indah. Penulis khat yang juga pelukis akan menjadi orang yang lebih faham dan lebih luas dalam pekerjaannya. Namun saya membatasi pekerjaan saya pada bidang ornamen islami untuk menghiasai lukisan-lukisan dan khat-khat saya dengan gambar-gambar islami yang indah.
S: Apakah jenis-jenis khat dan apakah khat yang sesuai untuk menulis Mushaf?
Pada saat ini kira-kira khat Arab terbatas pada enam jenis; khat Kufi, khat Tsuluts, khat Nasakh, khat Nasta'liq (Farisi), khat Diwany dan khat Riq'ah. Dan khat yang sesuai untuk penulisan Mushaf adalah khat Nasakh karena kejelasan kesederhanaannya serta lebih dikenal dikalangan orang-orang.
S: Apa rasam (bentuk tulisan) Usmani itu?
Rasam Usmani adalah bentuk tulisan yang digunakan menulis Al Qur'an zaman Amirul Mukminin Usman bin Affan. Kaum muslimin bersepakat (ijmak) untuk hanya menggunakan rasam ini sebagai bentuk akhir. Dan tidak dibolehkan penulisan mushaf-mushaf menyalahi itu.
S: Apa yang menjadikan khat anda istimewa dibanding khat-khat lainnya?
Dalam penulisan Mushaf-Mushaf saya berpijak pada sesuatu yang istimewa yaitu melonggarkan kata agar harakat-harakat dapat berada di atas huruf-huruf selanjutnya padanya dengan tanpa tercampur dan meninggalkan beberapa susunan khat yang menghalangi aturan.
S: Tidak mungkinkah komputer menggantikan penulisan dengan tangan?
Komputer adalah sebuah alat yang menakjubkan dan sebuah penemuan raksasa yang diperlukan oleh setiap insan terpelajar. Komputer pada hakekatnya adalah mukjizat abad keduapuluh. Sebuah alat bening bagai cermin yang dapat memantulkan apa yang diletakkan di dalamnya. Namun kita tidak dapat mengatakan bahwa komputer dapat menggantikan penulis khat. Karena penulis khat adalah orang yang berkreasi. Sebagaimana komputer mengandalkan pada penyusunan huruf-huruf, sedangkan penyusunan huruf-huruf itu mengandalkan kaligrafi horizontal. Dan kesemua ini mengurangi keindahan khat. Cara terbaik bagi penulisan Al Quran adalah dengan tulisan tangan. Karena ia kuat, teratur, memiliki daya tarik, bagus, keindahan yang selalu dibutuhkan.
S: Bagaimana anda memulai menulis khat dan bagaimana fase-fase persiapan untuk itu?
Dengan memilih alat-alat tulis, seperti kertas yang bagus, tinta hitam dan pena yang sesuai. Memberi ornamen halaman yang disiapkan untuk menulis, memberi garis, memberi nomor, hendaklah ukuran halaman 70 X 100 bagi semua Mushaf dan setiap halaman terdiri dari 15 baris.
S: Kapan anda pertama kali menulis Mushaf?
Saya pertama kali menulis Mushaf pada tahun 1980 untuk Kementerian Wakaf Syria. Kemudian saya menulis satu Mushaf lain dengan riwayat Hafs untuk penerbit Darus Syamiyah. Setelah saya berada di Madinah Al Munawwarah saya mulai menulis mushaf dengan riwayat Warsy dengan supervisi Komite Ilmiah bagi Evaluasi Karangan yang terdiri dari para ulama qiraat senior dari berbagai negara Islam. Lalu saya lanjutkan dengan menulis Mushaf Hafs (yang halamannya tidak berakhir dengan sebuah ayat) sebagaimana Mushaf Mesir (As Syamarli). Lalu terlintas dalam benak saya untuk menulis Mushaf Hafs yang menarik perhatian saya dari sisi mutu khat dan bagusnya urutan. Halaman-halamannya dimulai dengan sebuah ayat dan berakhir dengan sebuah ayat. Atas pertolongan Allah saya telah menyelesaikan penulisannya dan menjadi sebuah tanda dalam keindahan; khat, harakat dan kesesuaian agar menjadi ganti dari mushaf lama yang dicetak di Kompleks Percetakan Mushaf secara terus menerus yang telah saya tulis sejak tigapuluh lima tahun yang lalu. Saya juga menulis mushaf dengan riwayat Qalun dimana telah dievaluasi dan siap untuk dicetak. Sebelumnya saya telah menulis sebuah mushaf dengan riwayat Ad Dury dan telah dicetak serta didistribusikan atas pertolongan Allah. Kemudian saya ikuti dengan penulisan mushaf-mushaf hingga jumlahnya lebih dari sepuluh mushaf hingga sekarang.
S: Bagaimana urutan mushaf dimana halamannya dimulai dengan sebuah ayat dan berakhir dengan sebuah ayat?
Saya telah mendapati sebuah mushaf lama yang ayat-ayatnya dibagi dimana halamannya dimulai dengan sebuah ayat dan begitu pula berakhir dengan sebuah ayat. Mushaf ini berasal dari zaman Turki Usmani (Ottoman) yang ditulis dengan tulisan Imlak dan saya menguasai contoh ini dan saya telah menulisnya dengan tulisan Usmani sesuai urut-urutan mushaf Turki ini. Atas pertolongan Allah, saya adalah orang pertama yang menulis mushaf seperti bentuk ini; yaitu salinan yang telah dicetak di Kompleks Percetakan Mushaf semenjak diresmikannya. Mereka telah mendapati di dalamnya pengaturan yang baik serta susunan yang indah dan setiap juz terdiri dari duapuluh halaman dari awal Al Quran hingga akhir. Orang-orang yang menghafal Al Quran menemukan sebuah metode yang dapat membantu mereka untuk menghafal dalam hal itu, karena itu mereka menamakannya dengan "Mushaful Huffaz" (Mushaf Para Penghafal Al Qur'an).
S: Berapa lama anda membutuhkan waktu untuk menulis satu naskah dari mushaf yang ada pada anda?
Sekitar dua setengah tahun dengan evaluasi (tashih) terus menerus yang menyertai penulisan.
S: Bagaimana perasaan anda ketika menulis mushaf?
Tidak mungkin memulai menulis kecuali saya dalam keadaan bersuci. Dan saya tidak banyak bergaul dengan orang-orang agar fikiran saya tetap jernih dan tidak terjatuh pada kesalahan, karena kesalahan dalam Al Quran tidak dapat diterima. Adapun perasaan saya ketika menulis, saya melihat diri saya berada dalam dunia ayat-ayat yang mulia yang mana saya mengutip dari ayat-ayat itu sebuah ilmu dan meningkatkan spiritual saya. Sebuah dunia yang bukan dunia manusia yang disibukkan oleh kehidupan sehari-hari. Ayat-ayat yang memberi kabar gembira dan ayat-ayat yang memberi peringatan. Kisah-kisah yang menarik dan indah seperti kisah-kisah para nabi yang mulia dan kisah kaum-kaum masa lalu. Saya tidak terasa oleh perjalanan waktu dan saya tidak memperhatikan apa yang terjadi di sekeliling saya. Ayat-ayat Al Quran menguasai saya. Saya tenggelam dalam alam cahaya dan nurani; tak tertipu oleh dunia dan saya berbekal untuk akhirat saya. Saya berbuat amal-amal shalih agar dapat mencapai Surga yang dijanjikan untuk orang-orang yang bertaqwa (dengan rahmat Allah dan ampunanNya). Dan saya menjauhi setiap apa yang membawa saya pada Neraka (naudzu billahi). Di dalamnya ada perasaan takut dan harapan. Saya senantiasa berdoa kepada Allah agar menjadikan pekerjaan saya ikhlas karena Allah semata. (farhankournia)
(Dari Berbagai Sumber)

No comments: