Tuesday, January 2, 2007

Menulis Kisah Perjalanan

Oleh Farhan Kurniawan*

Kisah perjalanan atau "adab ar rihlah" merupakan catatan tentang perjalanan seseorang ke suatu tempat. Karena itu kisah perjalanan dapat dikategorikan sebagai bagian dari otobiografi seseorang.

Dalam sastra dunia penulisan tentang kisah perjalanan telah berkembang sejak lama. Herodotus sejarawan Yunani menuliskan kisah perjalanannya ke negeri-negeri Timur yang dibukukan dengan nama "Sejarah Herodotus". Begitu pula para pengembara terkenal pada Abad Pertengahan seperti Ibn Batutah yang menulis "Rihlah Ibn Batutah", Marcopolo menulis "Kisah Perjalanan Marcopolo", dan Ibnu Khaldun menulis "Ta'rif Bi Rihlah Ibn Khaldun Sharqan Wa Gharban". Para tokoh moderen, seperti Hasan Al Banna menuliskan memoar dan kisah perjalanannya dalam "Muzakkirat Ad Da'wah Wa Ad Da'iyah" yang berisi catatan hidup dan kisah perjalanan beliau, sekaligus catatan perjalanan organisasi yang didirikannya, Ikhwanul Muslimin.

Menulis kisah perjalanan tidaklah susah, tak ubahnya bagaikan menulis dalam diary kita. Kita mendeskripsikan keadaan tempat-tempat yang kita kunjungi atau orang-orang yang kita jumpai. Jika perlu, kita menambahkan dengan percakapan-percakapan untuk mendukung gambaran kita. Atau dengan menuliskan cerita dan pandangan orang tentang tempat yang kita kunjungi/lewati.

Jika kita mempunyai hobby travelling atau climbing, tidak ada salahnya kita menuliskan kisah perjalanan itu dalam sebuah catatan dengan bahasa yang hidup, hingga dapat kita baca ulang suatu saat. Jika tulisan itu layak jual, dapat kita kirimkan ke majalah/koran untuk dimuat sebagai features atau diterbitkan dalam bentuk buku.

Dengan penguasaan gaya penulisan narasi yang baik, maka kita tidak akan mengalami kesulitan dalam menulis kisah perjalanan. Narasi adalah gaya penulisan yang menuturkan, baik dengan pelaku orang pertama maupun orang ketiga. Penulisan kisah perjalanan akan lebih sempurna jika disamping menguasai penulisan narasi kita mampu mendeskripsikan dalam bentuk tulisan hal-hal yang kita lihat dan kita rasakan selama perjalanan.

Deskrispikan dari bayangan abstrak dulu sebelum kita menyentuh hal-hal realistik yang tertangkap oleh mata kita. Tuliskan "menurut orang-orang di Jakarta terdapat tugu menjulang tinggi dengan puncak yang terbuat dari emas", sebelum kita mendeskripsikan "saya lihat bangunan segi empat itu menjulang hampir menyentuh langit, dengan puncak kemilauan."
Mulailah dengan mendeskripsikan hal-hal besar yang mudah ditangkap mata, sebelum mendeskrispikan hal-hal kecil.

Jangan pernah menuliskan "langit itu biru" dalam tulisan deskripsi kita. Karena "biru" disini amat relatif, tergantung rasa dan penilaian masing-masing pembaca. Deskripsi kita akan lebih hidup jika kita kita mengatakan "langit itu bagaikan warna Windows XP ketika kita baru membuka layar komputer." Mendeskrispsikan warna biru langit dengan warna biru Window XP akan lebih tepat, karena semua orang mempunyai satu pandangan tentang kebiruan Windows XP. Berikan contoh real kepada pembaca kisah perjalanan anda hingga ia mempunyai bayangan nyata dan jelas. Mendeskripsikan hal-hal nisbi menurut penilaian orang dengan contoh konkret akan lebih hidup dibanding dengan berusaha mengekspresikannya melalui kata-kata.

Jangan pernah mengatakan "aku berlari sampai terengah-engah" dalam deskripsi anda. Jika kita menuliskannya dengan "kuayunkan kedua kakiku cepat-cepat hingga napas yang keluar dari hidungku naik turun", maka ia akan lebih hidup. Mendeskripsikan sebuah perbuatan dengan definisi akan lebih hidup daripada menggunakan kata baku atau istilah untuk perbuatan itu.

---------------------------------------------
*Mahasiswa filsafat, free-lancer.

No comments: