Tuesday, January 2, 2007

Mahasiswa Indonesia di Mesir; Dulu dan Kini*

Oleh Farhan Kurniawan**

AWAL KOMUNITAS PELAJAR INDONESIA DI MESIR
Munculnya Kairo sebagai sentra komunitas pelajar Indonesia di luar negeri berawal pada abad XVII, ketika terjadi kontak antara para guru (syeikh) Al Azhar yang sedang menunaikan ibadah haji di Mekkah dengan para pelajar Indonesia (Hindia Belanda) yang menuntut ilmu di Al Haramain (Mekkah dan Madinah).

Kontak ini berhasil menarik minat para pelajar Indonesia di Semenanjung Arabia untuk mengarahkan pandangannya ke Kairo, Al Azhar, sebagai tempat alternatif menuntut ilmu-ilmu keislaman selain tempat yang telah mereka kenal selama ini, yaitu Mekkah dan Madinah.
Sejarawan Mesir, Ali Mubarak, sebagaimana dikutip Mona Abaza mengatakan bahwa pada pertengahan abad XIX terdapat "Ruwaq Jawi", tempat penampungan pelajar-pelajar dari "Bilad Jawah" (Negeri Jawa), julukan bagi Hindia Belanda dan Semenanjung Malaya oleh orang-orang Arab, berdampingan dengan Ruwaq Syawwam (penampungan para pelajar Syam), Ruwaq Magharibah (tempat penampungan para pelajar Maroko, Aljazair, Tunisia, Libya, Mauritania), Ruwaq Atrak (tempat penampungan para pelajar Turki) yang terletak diatas Masjid Al Azhar.
Ruwaq Jawi ini dihuni sebelas pelajar dari berbagai daerah di "Negeri Jawah", terbukti dengan banyaknya jumlah roti ('eisy, roti bulat Mesir) yang dibagikan pada setiap kali waktu makan.
Jumlah pelajar-pelajar Indonesia mengalami kenaikan secara signifikan seiring dengan membaiknya harga karet dan income para orang tua di Kepulauan Nusantara pada awal tahun 20-an. Pada tahun 1925, tercatat sedikitnya terdapat dua ratus pelajar dari berbagai kawasan “Negeri Jawa” .

KAIRO MENJADI SENTRA UTAMA
Seiring dengan jatuhnya Mekkah dan Madinah ke tangan kaum Wahabi tahun 1924 , dan pudarnya kedua kota tersebut sebagai tempat menuntut ilmu, maka para pelajar Indonesia menjadikan Kairo sebagai tujuan utama. Hal ini terjadi mengingat tidak sedikit ilmu-ilmu Islam yang dilarang diajarkan di Mekkah dan Madinah oleh kaum Wahabi dapat ditemui di Kairo.
Hal yang lebih menarik, disamping belajar agama seorang pelajar Indonesia dapat belajar hal-hal lain.

Mengutip kata-kata seorang pelajar Al Azhar asal Indonesia pada tahun 20-an sebagaimana dikatakan William R. Roff, “Di Mekkah seseorang hanya dapat belajar agama; sedangkan di Kairo dapat belajar politik juga.”

PELAJAR INDONESIA DI MESIR DAN REVOLUSI KEMERDEKAAN RI
Berkat usaha-usaha diplomasi para pelajar Indonesia di Al Azhar, Liga Arab dalam persidangan Sesi Ketiga di Kairo, Maret 1946, menelurkan Resolusi No. 45 yang mendukung kemerdekaan Republik Indonesia.

Selanjutnya pada bulan Desember 1946, Liga Arab dalam persidangan Sesi Kelima di Kairo mengeluarkan Resolusi No. 83 yang merekomendasikan pengakuan terhadap Republik Indonesia, dan mengirim Konsul Jenderal Mesir di Bombay (Mumbay), India, Mohammad Abdul Moneim, dengan menembus blokade udara Belanda dari Singapura menuju ibukota kaum republiken Jogjakarta.

Misi ini diterima secara kenegaraan oleh Bung Karno dan Bung Hatta sebagai wujud pengakuan pertama terhadap kemerdekaan RI oleh pihak asing pada 15 Maret 1947.
Pada bulan Juni 1947 Pemerintah RI di Jogjakarta mengirimkan misi resmi yang dipimpin oleh "Diplomat Republiken" Haji Agus Salim ke Mesir dan negara-negara Arab mencari dukungan dan pengakuan bagi perjuangan kemerdekaan RI.

Setelah Agresi Militer I atas ibukota RI, Jogjakarta, Liga Arab dalam persidangan kesembilan di Kairo, Oktober 1948, mengirim kawat kepada Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan segera agresi militer Belanda terhadap RI.

Secara kenegaraan, Mesir mengakui kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta, melalui perdana menterinya Mahmoud Fahmi Nokrasyi Pasha.

ORGANISASI PELAJAR INDONESIA DI MESIR
Adapun nama organisasi pelajar Indonesia di Mesir dari masa awal adalah: - Al Djama’ah Al Chairiah Al Talabijjah Al Azhariah Al Jawiah (Perhimpunan Kebajikan Pelajar-Pelajar Jawa di Universitas Al Azhar), 1923.- PERPINDOM (Persatuan Pelajar Indonesia-Malaya), 1935-1945.- Ikatan Indonesia, 1951.- HPPI (Himpunan Pemuda Pelajar Indonesia), 1956.- PPI (Persatuan Pelajar Indonesia), 1970. Dibubarkan dengan SK. Dubes RI No. 013/VI/1987 tertanggal 18 Juni 1987 karena menolak asas tunggal Pancasila.- HPMI (Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia), 1987-1995. - PPMI (Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia), 1995 - Sekarang.

PELAJAR INDONESIA DI MESIR SAAT INI
Seiring dengan perkembangan, jumlah pelajar Indonesia di Mesir mengalami kenaikan setiap tahun. Tidak hanya pelajar Indonesia saja, namun pelajar-pelajar asing lain pada umumnya.
Selain di ibukota Kairo, pada pada saat ini komunitas pelajar Indonesia tersebar di berbagai propinsi Mesir, antara lain: Tanta (ibukota propinsi Barat Delta Nil), Zagaziq (ibukota propinsi Timur Delta Nil), Damanhur, Mansourah, Itay Barud, Tafahna Ashraf, Damietta (tepi Laut Mediterania), dan Alexandria.

Dalam rangka menampung pelajar-pelajar asing, Al Azhar sebagai institusi resmi keagamaan pemerintah Mesir telah membangun dua asrama pelajar asing. Pertama, di Kairo yang bernama "Nasser Islamic Missions City" (1959) atau dikenal dengan "Islamic Missions City" untuk para pelajar putra dan putri dengan semua tingkat pendidikan. Kedua, "Islamic Missions City in Alexandria" yang berada di tepi Laut Mediterania kawasan Miami, tidak jauh dari Taman Montazah landmark kota Alexandria yang terkenal.

Disamping itu masih banyak lagi penampungan pelajar asing yang dikelola oleh berbagai instansi, antara lain: Islamic Students House for Girls yang dikelola Kementerian Wakaf Mesir, asrama Ighatsah yang dikelola International Islamic Reliefs Organization (IIRO) sebuah lembaga sosial Arab Saudi, asrama WAMY yang dikelola The World Assembly Muslim Youths (WAMY) Arab Saudi, asrama Al Haramain yang dikelola Al Haramain Foundation, sebuah yayasan Arab Saudi. Disamping masih ada beberapa asrama pelajar yang dikelola oleh organisasi-organisasi kebajikan Mesir.

Kebanyakan pelajar Indonesia--dan asing lainnya--memilih menyewa flat untuk tempat tinggal, karena asrama-asrama itu daya tampungnya tidak mencukupi.

Menurut statistik Bagian Pendidikan dan Kebudayaan (DIKBUD) KBRI Kairo saat ini, jumlah mahasiswa dan pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di Mesir sebanyak 4455 orang. Dengan perincian 3691 laki-laki dan 761 perempuan dengan berbagai tingkat pendidikan. Kebanyakan mereka menempuh pendidikan di Al Azhar (4223), Cairo University (10), Institut Study Islam Zamalek (81), American Open Universuty (31), Institut Liga Arab (18), sisanya tersebar di berbagai lembaga pendidikan. Tidak semua mahasiswa dan pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di Mesir belajar keislaman. Sebagaimana Widyawati, mahasiswi Indonesia yang baru saja menyelesaikan masternya di fakultas Kedokteran, Cairo University.

MESIR DI MATA PELAJAR INDONESIA
Hingga saat ini, Mesir dan Al Azhar tetaplah menarik bagi para penuntut ilmu-ilmu keislaman dari Indonesia dan negeri-negeri Islam lainnya. Hal ini tidak terlepas karena Al Azhar mengajarkan keislaman moderat yang dapat diterima di berbagai belahan dunia, disamping Al Azhar senantiasa menekankan belajar Islam dari sumber aslinya serta mempelajari hampir seluruh kitab-kitab klasik.

Secara ekonomis kuliah di Mesir lebih murah dibandingkan dengan kuliah di negara lain, bahkan barangkali dibandingkan dengan kuliah di Tanah Air sekalipun pada saat krisis ekonomi seperti saat ini. Hanya dengan kira-kira US$ 40/tahun, seorang mahasiswa asing dapat membayar administrasi dan membeli diktat-diktat kuliah di Al Azhar. Lalu hanya dengan US$ 50 perbulan, seorang mahasiswa asing dapat hidup layak di Mesir.

Secara geografis dan kultur, Mesir merupakan pusat pertemuan antara orisinalitas Arab-Islam dengan modernitas budaya dan pemikiran, khususnya budaya dan pemikiran Eropa. Karena itu belajar di Mesir tak ubahnya bagai bersentuhan dengan paduan dua hal ini, hal yang tidak dimiliki tempat belajar lain di negara-negara Arab. Khususnya negeri-negeri Semenanjung Arabia.

Hal menarik lain adalah Al Azhar merupakan patron Dunia Arab dan Islam yang telah teruji selama berabad-abad dan diakui dunia mampu memberikan solusi pendidikan keagamaan yang moderat. Di samping Al Azhar terkenal konsisten dengan wawasan kebangsaan dan wawasan tanah air ditengah-tengah masyarakat Mesir yang pluralistik agama dan aliran politik, serta masyarakat berkultur Sunni moderat yang berlatar belakang agraris. Sebagaimana ciri utama masyarakat kita, masyarakat Indonesia, masyarakat Islam Melayu. (FK).
----------------------
* Tulisan ini pernah dimuat di Radio Nederland Wereldomroep:
http://www.ranesi.nl/tema/masyarakat/mahasiswa_indon_mesir060717
** Mahasiswa Filsafat, Freelancer, Penyiar Radio Kairo Seksi Bahasa Indonesia.

1 comment:

aswajagroup.com said...

Assalamu `alaikum...., maaf saya ada minat masuk kuliyah dimesir namun saya belum tahu betul prosedur dan apa saja yang dibutuhkan.... untuk persyaratan, dan belum ada rekan yang siap membantunya....